Sejarah Suku Pagai Utara-Pagai Selatan | BLOG ANDALAS BLOG ANDALAS: Sejarah Suku Pagai Utara-Pagai Selatan

Minggu, 22 September 2013

Sejarah Suku Pagai Utara-Pagai Selatan



Pada zaman dahulu kala, Pagai Utara dan Pagai Selatan merupakan satu pulau. Pada pertengahan pulau itu berdiri sebuah bukit kecil yang ditumbuhi rimba belantara yang angker dan sangat mengerikan bagi penduduk setempat. Dalam hutan rimba yang lebat itu bersemayam seekor burung elang hitam yang sangat galak lagi buas dan sangat menakutkan. Burung elang itu disebut si Manyang, bersarang di atas sebuah pohon raksasa yang tumbuh di bukit kecil itu.
Menurut kepercayaan orang Mentawai, burung itu pembawa malapetaka bagi masyarakat penghuni Pulau Pagai. Burung itu setiap hari terbang melayang-layang dari kampung ke kampung mencari bayi untuk dijadikan mangsanya. Mangsanya itu digunggung dan dibawa terbang hidup-hidup untuk dilahapnya di puncak bukit yang sunyi itu dimana ia bersarang.
Gangguan itu sangat berbahaya dan sangat menyusahkan penduduk, karena bisa mengancam perkembangan penduduk dan kelanjutan keturunannya.

Pada mulanya penduduk sama sekali tidak mengetahui bahwa hilang-lenyapnya bayi-bayi itu akibat keserakahan si Manyang. Kaum ibu berkabung dan merasa sedih atas kehilangan anak-anaknya secara tiba-tiba. Kejadian itu menjadi buah bibir dan merupakan teka-teki misterius.
Kaum lelaki mulai mengadakan musyawarah, mencari akal bagaimana mengatasi situasi amat gawat itu. Mereka sepakat dan bertekat bulat mencari pencuri bayi-bayi itu. Berhari-hari mereka masuk dan keluar hutan siap dengan busur dan anak panahnya. Akan tetapi usaha mereka yang sudah berminggu-minggu itu tidak memperoleh hasil. Hati mereka semakin kecut, cemas, kecewa dan nyaris putus asa. Tetapi pada suatu hari mereka menemukan jalan setapak yang menghantarkan mereka ke puncak bukit kecil itu. Di sana, mereka menemukan tulang belulang anak manusia yang berserakan di bawah sebuah pohon raksasa. Tahulah mereka sekarang, bahwa di atas pohon besar itu bersarang si Manyang yang telah memangsai anak-anak mereka selama ini.

Pohon itu harus ditebang, supaya burung jahanam itu jangan lagi bersarang dan segera enyah dari Pagai. Usaha penebangan mulai dilakukan. Waktu yang tepat harus di malam hari. Pada malam pertama, hasil kerja mereka sangat mengecewakan. Pohon itu sangat keras dan liat. Malam berikutnya, dilakukan lagi penebangan. Aneh sekali dan sangat mengherankan, ternyata keesokan harinya bagian yang telah ditetak, kembali seperti keadaan semula. Pohon raksasa itu utuh kembali seolah-olah punya kesaktian dan kekebalan. Namun keadaan ini tidak melumpuhkan semangat mereka, bahkan membuat hati mereka semakin kuat untuk menumbangkan pohon tersebut. Mereka telah berketetapan hati untuk menumbangkannya dalam waktu satu malam saja. Oleh sebab itu, kerja mereka harus lebih intensif dan berkesinambungan tanpa henti dan mengenal lelah.

Setelah semalam suntuk bekerja keras membanting tulang, berhasillah usaha mereka. Pagi harinya, ketika fajar merekah, tumbanglah pohon raksasa itu dengan dahsyatnya. Pohon itu rebah membelintang ke sebelah barat membagi Pulau Pagai menjadi dua bagian. Begitu besar dan beratnya pohon itu, sehingga tanah yang ditimpanya terbelah dan air lautpun naik mengenangi daratan.
Terjadilah sebuah selat yang membagi dua Pulau Pagai, yaitu Pagai Utara dan Pagai Selatan. Bukit dimana pohon raksasa itu tumbuh menjelma menjadi sebuah pulau kecil di depan selat di timur. Bukit kecil itu dikenal dengan nama Bakat Minuang dan selat itu bernama Selat Sikakap.

4 komentar: